Sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 pada pasal 31 dinyatakan bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu: (1) peningkatan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, (2) peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Dalam upaya peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini, maka: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan bertaraf internasional yang efisien adalah pendidikan yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional) dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampun pemerintah daerahnya (kabupaten/kota dan propinsi); dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik secara nasional maupun internasional.
Penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang selanjutnya disebut dengan Sekolah Bertaraf Internasional (disingkat dengan SBI) dilatarbelakangi oleh alasan-alasan berikut:
- Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumberdaya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja sekolah, dan kenggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisai ini.
- Dalam upaya peningkatan mutu, efisien, relevan, dan memiliki daya saing kuat, maka dalam penyelenggaraan SBI pemerintah memberikan beberapa landasan yang kuat yaitu: (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50 ayat (3) dinyatakan bahwa “pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional”; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (disingkat SNP); (c) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 menetapkan tahapan skala prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
- Penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, inovatif dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, inovatif dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat dan minat peserta didik. Jadi, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan spriritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumberdaya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
- Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilaiannya. Makdusnya adalah pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be). Dalam rangka mengemban amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dan dengan mempertimbangkan berbagai alasan sebagaimana dijelaskan di atas, maka Direktorat Pembinaan SMP Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 telah merintis 100 SMP Negeri di Indonesia menjadi SBI. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor ........... Tahun 2007 tentang ”Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, bahwa dalam tahapan penyelenggaraan SBI dimulai pada fase rintisan terlebih dahulu, selanjutnya menuju fase kemandirian, sehingga pada saat ini dari 100 SMP-SBI tersebut disebut dengan Rintisan SMP-SBI. Dimana dalam fase rintisan ini terdiri atas dua tahap, yaitu pertama tahapan pengembangan kemampuan SDM, modernisasi manajemen, dan kelembagaan, dan kedua tahap konsolidasi. Dalam fase rintisan ini bentuk pembinaannya antara lain melalui: sosialisasi tentang SBI, peningkatan kemampuan SDM sekolah, peningkatan manajemen, peningkatan sarana dan prasarana, serta pemberian bantuan dana blockgrant dalam bentuk sharing dengan pemerintah daerah tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu tertentu. Diharapkan pada saatnya nanti sekolah mampu secara mandiri untuk menyelenggarakan SBI.
- Dalam upaya penjaminan mutu penyelenggaraan SBI beserta hasil pendidikan nantinya yang setara dengan mutu SBI dari negara-negara maju atau diantara negara anggota OECD;
- Didasarkan pada pemenuhan persyaratan/kriteria sebagai rintisan SBI dari hasil evaluasi kepada seluruh sekolah (1314 SMP) yang telah ditetapkan dan menjalankan kebijakan sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN);
- Keterbatasan kemampuan pemerintah pusat dan daerah dalam beberapa hal, khususnya mengenai pembiayaan rintisan SBI. Berdasarkan berbagai peraturan perundangan dan beberapa pertimbangan/alasan di atas, maka penting kiranya pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional) berkewajiban untuk memberikan arahan, bimbingan dan pengaturan terhadap sekolah-sekolah yang telah dan akan merintis SBI, baik untuk sekolah negeri maupun swasta supaya kedepan pengembangannya lebih terarah, terencana, dan sistematis, serta diharapkan di setiap daerah Kbupaten/Kota di Indonesia terdapat minimal satu satuan dan jenis pendidikan yang bertaraf internasional, baik yang diselenggarakan sebagai rintisan oleh pemerintah, masyarakat secara mandiri atau secara swadana bagi sekolah yang didukung oleh dana yang kuat dari pemerintah daerah atau yayasan.
Landasan Kebijakan
Sekolah Bertaraf Internasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat harus berlandaskan pada beberapa peraturan perundangan dan kebijakan sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 50 menyatakan bahwa:
a. Ayat (2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
b. Ayat (3): pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional. - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional.
- Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
- Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Tahun 2007) tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, antara lain pada halaman 10 disebutkan “.........diharapkan seluruh pemangku kepentingan untuk menjabarkan secara operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan Sekolah/Madrasah bertaraf internasional...”
Di samping itu, sekolah juga harus mampu memenuhi indikator-indikator kinerja kunci tambahan sebagai plus-nya, yaitu indikator-indikator kinerja sekolah yang berstandar internasional dari salah satu negara OECD dan atau dari negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Adapun berbagai indikator kinerja kunci minimal dan indikator-indikator kinerja kunci tambahan yang esensial harus mampu dipenuhi dan ditunjukkan sekolah dalam penjaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada sebagai berikut:
No. | Objek Penjaminan Mutu (Unsur Pend. dlm SNP) | Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) | Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (X-nya) |
I | Akreditasi | Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah |
|
II | Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompetensi Lulusan | Menerapkan KTSP |
|
. | . | Memenuhi Standar Isi |
|
. | . | Memenuhi SKL |
|
. | . | . |
|
III | Proses Pembelajaran | Memenuhi Standar Proses |
|
IV | Penilaian | Memenuhi Standar Penilaian |
|
V | Pendidik | Memenuhi Standar Pendidik |
|
VI | Tenaga Kependidikan | Memenuhi Standar Kependidikan |
|
VII | Sarana dan Prasarana | Memenuhi Standar Sarana dan Prasarana |
|
VIII | Pengelolaan | Memenuhi Standar Pengelolaan |
|
IX | Pembiayaan | Memenuhi Standar Pembiayaan |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar